Wednesday, October 22, 2008

UU PPh dalam Pencapaian MDGs


Selama beberapa tahun belakangan ini masalah sosial dan lingkungan menjadi isu penting dalam perkembangan dunia usaha, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Dimulai dengan adanya pertemuan dunia di Brazil pada tahun 1992 yang disebut “Earth Summit” menjadi salah satu tonggak pencanangan gerakan “sustainable development” yang mengarahkan penggunaan sumber daya alam kearah yang berkesinambungan dan memandang bahwa isu lingkungan merupakan isu global dan harus menjadi perhatian bersama. Perkembangan ini berlanjut tidak hanya pada isu lingkungan semata tetapi juga telah menjadi isu global ditandai dengan dideklarasikannya “United Nation Millenium Development” melalui pertemuan para Kepala Negara dan pemerintahan menjelang berakhirnya millennium pada 6-8 September 2000 di New York. Deklarasi ini menghasilkan apa yang dimaksud dengan “Millennium Development Goals” yang berisi 8 tujuan pembangunan dengan target pencapaian pada tahun 2015 antara lain sbb;
1. Menghapuskan kemiskinan dan kelaparan
2. Mencapai pendidikan dasar secara universal
3. Peningkatan kesetaraan gender dan peranan perempuan
4. Mengurangi angka kematian anak
5. Peningkatan kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya
7. Menjamin keberlangsungan lingkungan hidup
8. Pengembangan kerjasama global untuk pembangunan.
Target pencapaian tersebut memang terkesan sangat ambisius dan berani, akan tetapi diperlukan komitmen dalam pembentukan pandangan global dan pemahaman bersama mengenai isu kritis yang memang sedang dihadapi dunia ini.
Isu sosial termasuk lingkungan telah mengalami transformasi dari sekadar isu pelengkap menjadi isu pokok yang mempengaruhi keberlangsungan umat manusia. Dalam perkembangannya, isu sosial dan lingkungan sebagaimana disebutkan dalam deklarasi di atas juga telah membawa perubahan paradigma dalam dunia bisnis. Keberlangsungan suatu bisnis pada masa sekarang diyakini bukan hanya berasal dari profit atau laba semata tetapi juga dari segi penerapan apa yang disebut “business sustainability”. Perhatian terhadap permasalahan sosial dipandang pelaku bisnis sebagai bagian dalam mencapai “sustainability” tersebut yang dalam perkembangan selanjutnya dikenal dengan nama “corporate social responsibility”

Tax dan MDGs
Delapan isu tersebut di atas diharapkan menjadi kerangka bagi seluruh pemerintahan di dunia ini dalam menetapkan suatu kebijakan demi pencapaian target pada tahun 2015. Kebijakan pemerintah seharusnya dapat menggiring pencapaian dan menjadi pegangan sehingga tujuan tersebut dapat tercapai. Pemerintah mempunyai peranan sebagai pembuat kebijakan publik untuk menciptakan kondisi dan menciptakan pola menuju tercapainya tujuan tersebut.
Pajak merupakan salah satu bidang kebijakan publik yang dapat Pemerintah gunakan sebagai alat pencapaian MDGs tersebut. Pajak bukan hanya berfungsi sebagai instrumen penerimaan negara tetapi juga sebagai instrument pengatur (regulerent). R. Santoso Brotodihardjo, S.H. dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak mengatakan bahwa dalam fungsi mengaturnya, pajak digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan dan fungsi mengatur ini banyak ditujukan terhadap sektor swasta.
UU PPh ini merupakan perubahan keempat atas UU No 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Menarik untuk disimak bahwa UU PPh ini mengandung perubahan yang cukup signifikan baik yang berkaitan dengan dinamisasi dunia usaha maupun peningkatan prinsip keadilan bagi Wajib Pajak. Perubahan ini didasari bukan hanya untuk memperbaiki tingkat pelayanan, tetapi lebih dari itu yaitu untuk menegaskan keberpihakan pemerintah kepada seluruh stakeholder akan komitmen Pemerintah yang sungguh-sungguh dalam mencapai tujuan pembangunan millennium khususnya dengan menggunakan kebijakan di bidang perpajakan. Berikut akan disampaikan beberapa pokok perubahan yang mendukung tercapainya tujuan tersebut.

Perubahan Tarif
Semula kita ketahui bahwa tarif untuk PPh Badan maksimal sebesar 30% untuk lapisan penghasilan paling atas, maka hal ini akan berganti menjadi tarif tunggal sebesar 28% dan akan turun menjadi 25% pada tahun 2010 selain itu untuk perusahaan publik dengan komposisi saham minimal sebesar 40% dimiliki oleh masyarakat dan syarat lainnya, tarif pajaknya akan mendapatkan pengurangan sebanyak 5% dari tarif semula.
Pajak selama ini dipandang sebagai salah satu penghambat dunia usaha. Kebijakan pajak yang progresif membawa konsekuensi perlambatan pertumbuhan dunia usaha yang pada gilirannya nanti akan mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Peraturan Presiden No 7 Tahun 2005 tentang “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional” menjelaskan bahwa :
Dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia relatif tertinggal dalam menyusun alternatif-alternatif investasi, termasuk insentif perpajakan, dalam menarik penanaman modal di Indonesia. Meskipun dengan tingkat pajak progresif yang diperkirakan sama dengan negara-negara lain, sistem perpajakan di Indonesia kurang memberi kelonggaran-kelonggaran perpajakan dalam upaya mendorong investasi.
Penerapan tarif tunggal ini sudah barang tentu menguntungkan industri dengan skala besar tetapi tidak untuk industri kecil yang notabene menjadi urat nadi perekonomian negara ini. Menurut data, pada tahun 2006 jumlah usaha kecil dan menengah di Indonesia mencapai 48,9 juta unit dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 85,4 juta orang dengan daya serap investasi mencapai 47% dari total investasi. Menyadari pentingnya unit ini maka pemerintah melalui UU ini memberikan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal untuk peredaran bruto sampai dengan 4,8 milyar. Pemberian fasilitas ini, ditambah dengan program pemerintah lainnya seperti KUR (kredit usaha rakyat) yang memberikan fasilitas kredit dengan jaminan pemerintah, diharapkan menumbuhkan sektor ini di masa depan tentunya dengan harapan perluasan lapangan kerja dan pembangunan ekonomi kreatif yang menjadi landasan untuk dapat bersaing di pasar global dengan dukungan regulasi yang berpihak pada kepentingan masyarakat UKM.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi tarif tertinggi PPh yang selama ini sebesar 35% akan diturunkan menjadi 30% dengan perluasan lapisan penghasilan yang selama ini 200 juta menjadi 500 juta rupiah. Selain itu PTKP dinaikkan menjadi Rp 15,84 juta setahun dengan memperhatikan tingkat inflasi.
Dalam siaran persnya DJP sebagai otoritas yang menangani masalah perpajakan menyatakan sebagai berikut:
Penurunan tarif ini diharapkan akan meningkatkan daya saing negara kita untuk menarik minat investasi baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Peningkatan investasi tersebut diharapkan dapat memperluas sumbangsih terhadap perekonomian nasional, termasuk memperluas lapangan kerja. Sedangkan penurunan tarif PPh OP serta perluasan rentang penghasilan kena pajak tentunya akan berdampak positif kepada WP OP yaitu bertambahnya daya beli serta memudahan perhitungan:
Perluasan lapangan kerja merupakan salah satu syarat dalam memberantas kemiskinan di negeri ini. Lapangan kerja hanya akan tercipta apabila iklim investasi kondusif dan dipayungi oleh regulasi-regulasi yang tidak hanya bagus di atas kertas saja tetapi juga mumpuni dalam penerapannya di lapangan (law enforcement). Kemiskinan merupakan akar dari berbagai permasalahan sosial di masyarakat, dan tidak ada jalan lain untuk memberantasnya kecuali dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mendorong tercipta lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya.
Dalam dokumen “United Nation Millenium Development” dijelaskan sebagai berikut
“we will spare no effort to free our fellow men, women and children from the abject and dehumanizing condition of extreme poverty, to which more than a billion of the are currently subjected. We are commited to making the right to development a reality to everyone and to freeing the entire human race from want”
Lebih lanjut dokumen tersebut menjelaskan sbb
“we resolve therefore to create an environment-at national and global level alike-which is condusive to development and to the elimination of poverty”
Penurunan tarif pajak ini merupakan langkah penciptaan lingkungan secara nasional melalui instrumen kebijakan publik untuk menciptakan suasana kondusif bagi dunia usaha yang pada gilirannya dapat menghapus kemiskinan.

Aspek Sosial
Dalam UU PPh hasil amandemen ini biaya-biaya seperti sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, biaya pembangunan infrastruktur sosial, sumbangan fasilitas pendidikan dan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat dikurangkan dari penghasilan. Selain itu sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4 tahun dikecualikan sebagai objek pajak.
Perubahan ini merupakan jawaban dari keinginan semua pihak khususnya dunia usaha yang melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) agar biaya yang terkait dengannya dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan. Sebelumnya hanya ada beberapa aturan pajak yang secara spesifik mengatur mengenai CSR ini. Aturan mengenai CSR dapat dilihat dalam Kep Dirjen Pajak No KEP-213/PJ./2001 tanggal 15 maret 2001 yang mengatur bahwa untuk pembangunan fasilitas-fasilitas (tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan olahraga) di tempat-tempat tertentu (remote area) dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Sedangkan bantuan kemanusiaan dalam rangka tsunami di NAD dan pesisir selatan Jawa serta gempa Jogja dapat dibiayakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 609/PMK.03/2004 tanggal 28 Desember 2004 serta No 93/PMK.03/2006 tanggal 13 Oktober 2006
Dengan adanya perubahan dalam UU PPh maka diharapkan terjadi perluasan aspek CSR tidak hanya terbatas pada ketentuan-ketentuan di atas sehingga dapat mendorong dunia usaha untuk lebih berperan aktif bersama-sama dengan pemerintah dalam mengatasi masalah sosial khususnya dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan bencana alam. Hal ini selaras dengan apa yang terdapat dalam dokumen “United Nation Millenium Development” sbb:
“to ensure that, by the same date, children everywhere, boys and girls alike, will be able to complete a full course of primary schooling and that girls and boys will have equal access to all level of education.”
“by 2020, to have achieved a significant improvement in the lives of at least 100 million slum dwellers as proposed in the “cities without slums” initiative”
Mengenai keterlibatan pihak swasta dan masyarakat, MDGs menyatakan sbb:
“to develop strong partnerships with the private sector and with civil society organizations in pursuit development and poverty eradication”

Kesimpulan
Mengutip pernyataan Neil A. Armstrong ketika mendaratkan kakinya di bulan, "That's one small step for (a) man, one giant leap for mankind." maka UU PPh yang baru disahkan mungkin hanya sebuah langkah kecil dalam mewujudkan kedelapan tujuan pembangunan millennium, tetapi langkah ini akan menjadi suatu lompatan apabila seluruh stakeholder di negara ini mempunyai komitmen yang kuat untuk mewujudkannya. Kebijakan fiskal saja tidak akan dapat memenuhi tujuan ini, diperlukan perangkat kebijakan lainnya yang selaras dan berkesinambungan yang mendorong tercapainya tujuan mulia ini. MDGs sendiri hanyalah dokumen berupa kertas saja, keberhasilan pencapaiannya sangat tergantung dari usaha masing-masing negara sebagaimana dijelaskan dalam dokumennya
“success in meeting these objective depends, inter alia, on good governance within each country. It also depends on good governance at the international level and on transparency in the financial, monetary and trading systems. We are committed to an open, equitable, rule-based, predictable and non discriminatory multilateral trading and financial system.
I Wayan Agus Eka

1 comments:

aditya sianturi

Tulisan yang menarik bung wayan..perkenalkan nama saya adit Mahasiswa salah satu PT.hmmm..saya mo nanya :
apa yang menjadi alasan bung wayan menyatakan bahwa flat tax (single tax rate) tidak menguntungkan bagi Small bussines? bagaimana kalau melihatnya dari segi simplicity dari tax administrations??

Blogger template 'WhiteOrange' by Ourblogtemplates.com 2008